Negara berisikan masyarakat dan sekelompok orang yang berkuasa dan menjadi pemimpin.. Sebenarnya negara merupakan bentuk organisasi yang menyatukan berbagai kelompok masyarakat dari berbagai latar belakang yang berbeda.. Mengutip dari jurnal Negara dan Fungsinya (Telaah atas Pemikiran Politik) (2015) karya Usman, negara sebagai organisasi kekuasaan berarti negara dijadikan alat ArticlePDF AvailableAbstractResearch aim to enhancement of understanding of perception of organizational politics from power sources perspective. Research subject are 51 employees from various work organization. Perception of organizational politics measured with researcher design scale. Power sources measured with standardized scale. Data analyzed with multiple regression. Result of analysis shows 1 F = 2,637 and p = 0,046 p 0,05 partially uncorrelated with perception of organizational politics; 3 Reward power B = 1,601 and p = 0,046 p 0,05 partially uncorrelated with perception of organizational politics, and 5 Referent power B = – 1,304 and p = 0,030 p 0,05 partially uncorrelated with perception of organizationalpolitics; 3 Reward power B = 1,601 and p = 0,046 p 0,05 partially uncorrelated withperception of organizational politics, and 5 Referent power B = –1,304 and p =0,030 p 0,05 tidak berhubungan dengan persepsi politik oranisasi;3 Reward power B = 1,601 dan p = 0,046 p 0,05 tidak berhubungan dengan politik organisasi, dan 5Referent power B = –1,304 dan p = 0,030 p estimasi galatbaku= 9,057, menunjukkan sumber-sumberkekuasaan dalam model regresi berlakusebagai prediktor persepsi politikketimbang skor rata-rata sumber-sumberkekuasaan itu sendiri. Konstanta = 118,254adalah skor persepsi politik jika tidak adasumber-sumber kekuasaan sumber-sumberkekuasaan = 0. Kesimpulan hasil analisisSumber-sumber kekusaaan yang terdiri darilegitimate power, reward power, expertpower dan referent power secara simultanberhubungan searah dengan hasil analisis diatas, maka hipotesis yang menyatakanSumber-sumber kekuasan, yaitu legitimatepower, reward power, expert power danreferent power secara simultanberhubungan searah dengan politikorganisasi, diterima,2. Koefisien regresi parsial B legitimatepower =–0,340 dan p = 0,059 p > 0,05,menunjukkan dengan mengontrol reward,expert, dan referent power, maka hubunganantara legitimate power dengan persepsipolitik adalah berlawanan arah. Prediksi initidak signifikan p > 0,05, oleh karenanyadengan adanya legitimate power, maka skorpersepsi politik {118,254 + - 0,340} =117,914 adalah nilai yang tidak baku = 0,365 adalah nilai yang tidakberrmakna untuk menunjuk kemungkinanvariasi generalisasi dari satu sampel kesampel yang lain. Hipotesis yangmenyatakan Hubungan legitimate powerdengan politik organisasi adalah searah, Koefisien regresi parsial B rewardpower= 1,601 dan p = 0,046 p 0,05,menunjukkan dengan mengontrollegitimate, reward, dan referent power,maka hubungan antara expert powerdengan persepsi politik adalah berlawananarah. Prediksi ini tidak signifikan p >0,05, oleh karenanya dengan adanya expertpower, maka skor persepsi politik {118,254+–0,649} = 117,605 adalah nilai yangtidak bermakma. Galat baku = 0,589 adalahnilai yang tidak berrmakna untuk menunjukkemungkinan variasi generalisasi dari satusampel ke sampel yang lain. Hipotesis yangmenyatakan Hubungan expert powerdengan politik organisasi adalahberlawanan arah, Koefisien regresi parsial B referent power=–1,304 dan p = 0,030 p < 0,05,menunjukkan dengan mengontrollegitimate, reward, dan expert power, makahubungan antara referent power denganpersepsi politik adalah berlawanan ini signifikan p < 0,05, oleh Ali Audah dan Sahat Saragih266karenanya dengan adanya referent power,maka skor persepsi politik {118,254 + –1,304} = 116,95 –118,254 = –1,304. Halini berarti reward power memberikankontribusi terhadap penurunan persepsipolitik sebesar 1,304/ 100 x 118,254 =1,42% adalah nilai yang bermakna. Galatbaku = 0,582 adalah nilai yang bermaknauntuk menunjuk kemungkinan generalisasivariasi dari satu sampel ke sampel yanglain. Hipotesis yang menyatakanHubungan referent power dengan politikorganisasi adalah berlawanan arah, penelitian menunjukkansumber-sumber kekuasaan di lingkungan kerjayang terdiri dari legitimate power,rewardpower,expert power, dan referent power secarasimultan berhubungan searah dengan persepsipolitik. Dinamika hubungan searah tersebutdapat diteropong dari dimensi sumber-sumberkekuasaan yang juga berfungsi sebagai taktikdan strategi politik organisasi. Hal ini karenakekuasaan itu sendiri dapat memfasilitasi taktikdan strategi mempengaruhi Kotter, 1999.McClelland dalam Wilson, 1995, menyatakansecara fundamental satu cara pimpinanmenggunakan kekuasaan adalah melaluidominasi, penaklukan atau penundukan, danmemperlemah bawahan. pimpinan membunuhsemangat, inisiatif, dan kreativitas 1981 menyatakan sepanjang organisasimenggunakan cara-cara kepemimpinan sepertiitu, akan mengurangi inisiatif dan kreativitasdalam menghadapi masalah-masalah baru. Jikabawahan mulai merasa bosan denganketergantungan dan mulai marah dan bencikarena kurangnya otonomi, bawahan akanmemberontak pada dan Falbe 1990 lebih lanjutmenemukan individu menggunakan taktik yangberbeda dalam usaha mempengaruhi ke atas, kebawah, dan menyamping sesuai dengan tujuanperilakunya. Pilihan taktik mempengaruhi keatas, utamanya ditentukan oleh karakteristikkepemimpinan, taktik mempengaruhikesamping dan kebawah utamanya dipengaruhikonteks. Temuan penelitian Yukl dan Falbe1991 menunjukkan manajer yang lebihberkuasa dibanding bawahan dan rekanmenggunakan reward power dalam hubungankebawah. Legitimate power dan expert poweradalah pilihan utama rekan dan atasan dalamhubungan kebawah dan menyamping. Temuanpenelitian Yukl dkk., 1996 juga menunjukkantaktik mempengaruhi dan kekuasaan agenmasing-masing berpengaruh terhadap hasil-hasil yang didapatkan dari perilakumempengaruhi. Agen yang memiliki referentpower yang kuat akan menggunakan taktikpolitik seperti konsultasi, taktik inspirasional,dan membentuk persuasi rasional, serta tidakmenggunakan taktik penelitian Stahelski danPaynton 1995 menunjukkan agen yang beradapada posisi rendah menggunakan taktikmempengaruhi, dan agen yang berada padaposisi atas dalam struktur organisasi akanmenggunakan sumber-sumber kekuasaankarena pengaruh sosial dan kekuasaan sosialadalah strategi yang berbeda. Pilihan strategimempengaruhi agen utamanya didasarkan atasevaluasinya terhadap parameter hubunganagen-target. Termasuk didalamnya adalahstatus kekuasaan relatif setiap individu. Statusmempengaruhi perilaku agen dan target dapatberbeda pada posisi status strategi mempengaruhi secara parsialditentukan oleh karakteristik status hubunganagen-target. Walaupun interaksi agen-targetdapat terjadi pada status yang sama, peran yangmenonjol dapat dilihat ketika status agen-targettidak samaHasil analisis regresi gandamemperlihatkan bahwa legitimate power danexpert power tidak berhubungan dengan Politik Organisasi dalam Latar Sumber-Sumber Kekuasaan di Lingkungan Kerja267persepsi politik. Reward power berhubungansearah dengan persepsi politik. Referent powerberhubungan berlawanan dengan persepsipolitik. Tidak adanya hubungan antaralegitimate power dan expert power danhubungan berlawanan arah referent powerdengan persepsi politik dapat dijelaskan dalambeberapa cara; Pertama, temuan penelitianAtwater dan Yammarino 1996, menunjukkanreferent power berhubungan dengan gayakepemimpinan partisipatif, expert powerberhubungan dengan gaya kepemimpinan yangberorientasi pada tugas. Kepemimpinanpartisipatif berarti pimpinan mengunakanteknik kecenderungan partisipasi pengambilankeputusan Parnell & Bell, 1994. Partisipasipengambilan keputusan merupakan teknikuntuk mengendalikan lingkungan kerja danorganisasi. Bawahan yang aktif terlibat dalamproses pembuatan keputusan akan mengalamipeningkatan pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupanorganisasi dan dengan cara demikianmengalami penurunan perasaan penelitian ini juga membuktikanbahwa partisipasi pengambilan keputusanmenurunkan persepsi politik. Peningkatanpemahanan karena partisipasi pengambilankeputusan pada tingkat tertentu dapatmenghilangkan persepsi politik. Olehkarenanya, referent power yang identik dengangaya kepemimpinan partisipatif akanmenurunkan persepsi expert power berhubungandengan gaya kepemimpinan yang berorientasipada tugas. Hal ini dapat diinterpretasi bahwawalaupun expert power dapat dikategorikansebagai taktik mempengaruhi Yukl & Falbe,1991, hal itu karena semata-mata sifatkeahlian agen yang tidak dimiliki target,sehingga target menjadi tergantung pada agendalam penyelesaian tugas kerja. Taktik politikorganisasi secara umum dikenal sebagi perilakuyang eksploitatif dengan komponen kuncikekuasaan posisional yang bersifat dengan itu, sifat keahlian agen sebagaisumber kekuasaan personal berasosiasi dengantaktik inspirasional dan taktik yang taktik tersebut dapat diterimasebagai sesuatu yang bukan politis karenaketergantungan target pada agen bukanlahketergantungan yang bersifat tersebut diperkuat dengan temuan-temuan penelitian yang memperlihatkan bahwaexpert power berhubungan sangat kuat dengantaktik persuasi rasional dan indikator-indikatorefektivitas manajerial seperti kepuasan dankomitmen terhadap atasan dan komitmenorganisasi Yukl & Falbe, 1991, persuasirasional berhubungan dengan relasi kerja samaTjosvold & Sun, 2001. Taktik-taktik politikorganisasi yang bersumber dari expert powerdapat diterima sebagai sesuatu yang bukanpolitis. Oleh karenanya expert power tidakberhubungan dengan persepsi expert dan referent powermerupakan dua sumber kekuasaan personal danberkorelasi positif dengan kepemimpinantransaksional Atwater & Yammarino, 1996.Walapun masih terjadi perdebatan teoritis,antara expert dan referent power dianggap duakonsep yang mendekati charisma Kudisch,1995. Beberapa kelebihan kharisma sebagaikombinasi expert dan referent powerdiantaranya adalah bahwa orang yangdipersepsi kharismatik dianggap dapatdipercaya memegang posisi kepemimpinanYukl & Falbe, 1991. Kharisma terlihatmemiliki kemampuan yang luar biasa, padasaat tertentu memperlihatkan kekuatansupranatural, dan dipatuhi oleh pengikut-pengikutnya Gleen, 1975.Pemimpin yang kharismatik bersediaberkorban dengan berperilaku baik mengikutiapa yang oleh pengikut dianggap tepat untukdiyakini, dedikaksi, dan diapresiasi. Pengaruhkharisma dan referent power didasarkan atasrasa penerimaan personal Kudisch, 1995. Ali Audah dan Sahat Saragih268Penerimaan sumber-sumber kekuasaan atasanberkorelasi positif dengan motivasi kerjabawahan dan berkorelasi negatip dengan stresbawahan Elangovan & Xie, 1999. Olehkarenanya melalui mekanisme psikologisseperti itu, expert power pada batas-batastertentu tidak dianggap sebagai taktik politik,dan dengan demikian tidak berhubungandengan persepsi politik. Sebaliknya hubunganreferent power dengan persepi politik adalahberlawanan arah, artinya referent power dapatmenurunkan tensi politik. Analisis di ataskonsisten dengan temuan penelitian Yukl dkk.,1996, bahwa agen yang memiliki referentpower yang kuat akan menggunakan taktikperilaku mempengaruhi seperti konsultasi,taktik dukungan inspirasional, dan membentukpersuasi rasional. Temuan penelitian Martindan Hunt dalam Atwater & Yammarino,1996, konsisten dengan itu menunjukkanexpert power berhubungan dengan pengajuanstruktur dan pertimbangan, referent powerberkaitan dengan pangajuan struktur. Yukl1981, menyatakan bahwa pimpinan yangefektif berusaha menghindari kekuasaankoersif, karena akan menciptakan dendam danmengikis referent hubungan searah antara rewardpower dengan persepsi politik konsistendengan teori dan temuan penelitian tidak adanya hubungan antaralegitimate power dengan politik organisasitidak konsisten. Teori dan temuan penelitianterdahulu mengarah pada hubungan searahantara legitimate power dan reward powerdengan persepsi politik. Hal ini paling tidakdapat dijelaskan melalui tiga cara; Pertama,reward power dan legitimate power adalahkekuasaan yang bersumber dari posisiorganisasi. Atasan, pimpinan, atau penyeliamenggunakan pengaruh dan kekuasaan untukmemperkuat legitimasinya dari atas, darisamping, dan dari bawah. Atasan pada saatbersamaan menggunakan kekuasaan untukmemberikan ganjaran atau hukuman dan dapatbermanfaatkan untuk memperoleh legitimasidan mempertegas kekuasaan posisinya. Prosesselanjutnya adalah memperoleh kemungkinanmobilitas ke atas karena dukungan dariberbagai lini. Analisis ini konsisten dengantemuan penelitian Atwater dan Yammarino1996, bahwa kekuasaan posisionalberkorelasi positif dengan dan Sun 2001, konsistendengan analisis di atas menyatakan komunikasiyang tidak menyenangkan menghasilkanperasaan tidak hormat, pengembanganhubungan persaingan, pandangan yangberlawanan, dan proses tawar–menawar. Forddan Johnson 1998, menyatakan kekuasaanatasan akan menjadi tinggi ketika terdapatdukungan dari atasan yang lebih tinggi dankekuasaan atasan akan menjadi tinggi ketikakewenangannya tinggi. Usaha memperolehlegitimasi dalam hubungan kebawah terjadikarena kekuasaan bawahan akan menjadi tinggiketika kewenangan atasan rendah. Analisistersebut konsisten dengan pernyataan Pfefferdalam Wilson, 1995 kekuasaanorganisasional merupakan fungsi melekat pada posisi struktural yangmemberikan akses pada orang-orang,informasi, dan sumber-sumber finansialbudget. Kekuasaan berada dalam areakekuasaan dengan cara memperkuat eksistensistruktur organisasi. Birokrasi pemerintahpublik misalnya, memiliki latar yang unikpada studi kekuasaan dan politik pekerja di sektor publik memberikankesempatan kepada manajer atau ekskutifuntuk terlibat dalam implementasi kebijakanpublik. Kebijakan dan program-program publikdidorong oleh perjuangan kekuasaan danpolitik. Manajer sebagai seorang pelaksanasuatu kebijakan mau tidak mau harusmelibatkan diri dalam aktivitas politik karenaimplementasi dan proses-proses manajerial itu Politik Organisasi dalam Latar Sumber-Sumber Kekuasaan di Lingkungan Kerja269sendiri melibatkan aktivitas politik danperjuangan kekuasaan. Manajemen yangmelibatkan implementasi kebijakan itu sendirijuga merupakan aktivitas politik Wilson,1995. Kedua, usaha-usaha untuk memperkuatlegitimasi kekuasaan posisional atauorganisasional tersebut merupakan aktivitaspolitik yang dilakukan atasan, dan dengan carademikian menimbulkan persepsi politikterhadap perilaku atasan, perilaku rekan, danpraktik dan kebijakan organisasi. Hal ini dapatdiinterpretasi bahwa dalam konteks hubunganke atas, kebawah, dan menyamping, masing-masing partisipan menggunakan taktik yangsesuai dengan situasi yang sedang dihadapiuntuk memperoleh hasil-hasil yang dinginkandari perilaku mempengaruhi. Oleh karenanya,hubungan tersebut sebenarnya adalahhubungan pertukaran antara atasan–bawahan–rekan yang dilakukan dengan taktik danstrategi politik mempengaruhi. Oleh karenanya,reward power menimbulkan parasaan ini konsisten dengan temuan penelitianMartin dan Hunt dalam Atwater &Yammarino, 1996 legitimate powerberhubungan dengan kurangnya pertimbangandan reward power tidak berhubungan denganpengukuran gaya dalam konteks perilakumanajemen dan administrasi, temuan penelitianGreen dan Liden 1980 menyatakan penyeliaberkeyakinan sebab-sebab buruknya kinerjabawahan dipengaruhi oleh fokus danintensifnya tindakan yang diambil penyelia dandigunakan untuk mengontrol impelementasikebijakan. Kontrol kebijakan sangatberpengaruh dan cenderung berhubungandengan atribusi dalam membentuk tindakanpenyelia. Penyelia dan bawahan lebihterpuaskan dengan tindakan yang diambildalam kondisi, dimana terdapat alasan bahwamasalah kinerja yang sedang dialamibersumber dari faktor-faktor yang ada luarkekuasaan bawahan. Temuan penelitiantersebut dapat diinterpretasi bahwa kualitashubungan pengawasan implementasi kebijakandengan dasar legitimate dan reward powerberpengaruh buruk pada penilaian bawahanterhadap penyelia. Oleh karenanya, bawahanmerasa tidak puas dengan kualitas hubunganpengawasan, dan perilaku penyelia dipersepsipolitis. Bawahan merespon situasi tersebutdengan cara berperilaku politik mempengaruhiyang berfokus pada penyelia, berfokus padajabatan, dan berfokus pada diri sendiri Wayne& Ferris, 1990. Proses tersebut terus berlanjutkarena menurut Harrell-Cook dkk., 1999,perilaku politik dapat digunakan sebagaibentuk kontrol atau sebagai mekanisme dalammenghadapi tingginya politik di lingkunganorganisasi yang dirasa individu tidakmenyenangkan. Konsisten dengan analisis diatas, pada atmosfer organisasi yang lebihtinggi, Stone dalam Wilson, 1995,menyatakan proses implementasi adalahsebuah proses politik. Implementasi adalahaktivitas konkrit sebagai kelanjutan dari sebuahlatar tujuan implementasi tujuan sebagai proses yangberkelanjutan dari spesifikasi dan penilaiankembali, proses implementasi tersebut tidakdapat dielakkan akan menghasilkan modifikasitujuan dan menjadi sebuah proses implementasi adalah bagian yangsignifikan dari proses pengambilan keputusan,dalam perannya sebagai implementator, makakarier ekskutif menjadi "instrument" prosespolitik. Sebagai instrumen, anggota ekskutifterjerat atau terperangkap dalam sebuahjaringan sebuah politik memperebutkan "kursipanas" yang meliputi banyak konflik danpersaingan tujuan, nilai, dan tuntutan. Antaratujuan-tujuan tersebut dan proses implementasiyang sebenarnya terpusat pada kekuasaan,misalnya pemilihan kepala kantor, kepentingankelompok khusus, hak-hak pribadi, dan Ali Audah dan Sahat Saragih270birokrasi profesional, masing-masingberkompetisi dan SARANPrediktor persepsi politik adalahpengaruh kekuasaan di lingkungan kerja,Reward power merupakan prediktor signifikanpeningkatan persepsi politik. Referent powermerupakan prediktor signifikan penurunanpersepsi politik. Reward power merupakankekuasaan posisional/organisasional. Aktivitaspolitik individu dalam organisasi dapatdiprediksi untuk mempertahankan danmeningkatkan akses terhadap kekuasaanposisional. Expert power tidak berhubungandengan persepsi politik. Temuan ini dapatdiinterpretasi bahwa individu yang memilikikeahlian sebagai sumber kekuasaannya tidakdipersepsi lingkungan kerjanya secara power tidak berhubungan denganpersepsi politik. Temuan ini tidak konsistendengan teori dan temuan-temuan penelitianterdahulu yang mengarah ada hubungan searahdengan persepsi pemikiran penelitian ini dikuasaidefinisi sifat buruk politik dan bahaya dalam mempelajari politik dankekuasaan adalah menjadi Machiavellian danHobesian, dan dengan cara demikianmengkonstruk politik menjadi suatu fenomenaendemis organisasi dan berusaha memahamiorganisasi sebagai metafora politik. Peminatstudi politik organisasi perlu menghindaripenempatan diri secara ekstrim ke arah sifatnaif, yaitu melihat politik organisasi semata-mata sebagai hal yang buruk dan melakukanpenghindaran. Konsisten dengan itu, perlumenghindari penempatan diri secara ekstrem kearah sifat penipu, yaitu tendensi melihat politiksebagai suatu peluang dan bertindak atas dasarself-interest, self-serving dan selfisness dengancarapredatori merusak, manipulasi, berlakucurang dan praktisi manajemen disarankanberhati-hati dalam menterjemahkan rewardpower sebagai penerapan kepemimpinan. Halini karena reward power berperanmempertinggi persepsi politik di lingkungankerja. Sebaliknya penerapan kepemimpinanyang didasarkan pada expert dan referentpower dapat dipertimbangkan dalam membinahubungan kerja. Hal ini karena expert powernetral dengan persepsi politik organisasi danreferent power dapat menurunkan tensi PUSTAKAAlanazi. F. M., & Rodrigues, A. 2003. PowerBases and Attribution in Journal of SocialPsychology,1433, 375– M. C., & Kacmar, K. M.2001.Discriminating amongorganizational politics, justice, of OrganizationalBehavior,22, 347– L. E., & Yammarino, F. J. 1995.Bases of Power in Relation to LeaderBehavior A Filed of Business and Psychology,111 3– D. M., & Judge, T. A. 2003.Manager’s upward influence tacticstrategies the role of managerpersonality and supervisor leadershipstyle. Journal of OrganizationalBehavior,24, 197–214Cartwright, D. 1989. Power NeglectedVariable in Social Psychology. In JStephen Ott Eds..Classic Reading inOrganizational Behavior. CaliforniaBrook/Cole Publishing G. T., O’Leary-Kelly, A. M., Wolf, S.,Klein, H. J., and Gardner, P. D. 1994.Organizational Socialization Its Politik Organisasi dalam Latar Sumber-Sumber Kekuasaan di Lingkungan Kerja271Content and Consequences. Journal ofApplied Psychology,795, 730– R. J., & Perry, J. T. 1991.Therelationship of subordinate upwardinfluencing behavior, satisfaction andperceived superior effectiveness withleader–member ofOccupational Psychology,64, 239– A. J., Ireland, R. D., and Williams, 1996.Management & Ohio South–WesternPublishing A. R., & Xie, J. L. 1999. Effectsof perceived power of supervisor onsubordinate stress and motivation Themoderating role of subordinatecharacteristics. Journal ofOrganizational Behavior,20, 359– M., Rim, Y., and Keider, I. 1986. Twosides of the tactics of influence Targetvs. agent. Journal of OccupationalPsychology,59, 25– G. R., & Kacmar, K. M.1992.Perceptions of of Management,181,93– G. R., Frink, D. D., Bhawuk, D. P. S.,Zhou, J., and Gilmore, D. C. 1996.Reactions of Diverse Groups to Politicsin the ofManagement,221, 23– R., & Johnson, C. 1998. The Perceptionof Power Dependence and Legitimacyin Conflict. Social PsychologyQuarterly,611, 16– M., & Dangello, F. 1994.JobInvolvement, Machiavellianism and of Business andPsychology,92, 159– J. L., Ivancevich, J. M., and DonnellyJr, J. H. 1994.Organization Behavior,Structure, Process. Illionis F. 1975.The Social Psychology ofOrganization. In Peter Herriest GeneralEd.. Essential Psychology. LondonMetheum & Co., S. G., & Liden, R. C. 1980.Contextualand Attributional Influences on of AppliedPsychology,654, 453– C. J. 1965. Organization Designand System James Eds..Handbook ofOrganization. Chicago Rand McNallyCollege Publishing G., Ferris, G. R., and Dulebohn,J. H. 1999. Political behaviors asmoderators of the perception oforganizational politics –work of OrganizationalBehavior,20, 1093– C. 1997. Divided by a CommonLanguage Political Theory and theConcept of Power, Politics,171, 45– D. M. .Th.Organizational BehaviorExperiences and Case. New York WestPublishing J. W., Zeffane, R. M.,Schermerhorn Jr, J. R., and Hunt, J. GJerry., and Osborn, Richard N. 1998.Organizational Behavior AnAsia–Pacivic Perspective. New York JohnWiley and T. A., & Bretz Jr, R. D. 1994.PoliticalInfluence Behavior and of Management,201,43– K. M., Bozeman, D. P., Carlson, and Anthony, W. P. 1999. AnExamination of the Perceptions ofOrganizational Politics ModelReplication and Extension. HumanRelations,523, 383–416Kotter, J. P. 1989. Power, Dependence, andEffective J Stephen Ott.Eds.. Classic Reading in Ali Audah dan Sahat Saragih272Organizational Behavior. CaliforniaBrook/Cole Publishing J. D., Poteet, M. L., Dobbins, G. H.,Rush, M. C., and Russell, J. E. A.1995. Expert Power, Referent Power,and Charisma Toward the Resolutionof a Theoretical Debate. Journal ofBusiness and Psychology,102, 177– G. B., & Neale, M. A.1990.Organizational Behavior, AManagement Challenge. Chicago TheDryden S. J. 1989. Classic Reading inOrganizational Behavior. CaliforniaBrook/Cole Publishing C. P., Dipboye, R. L., and Jackson, S L.1995. Perceptions of OrganizationalPolitics An Investigation ofAntecedents and of Management,215, 891– J. A., & Bell, E. D. 1994. ThePropensity for Participative DecisionMaking Scale A Measure ofManagerial Propensity for ParticipativeDecision Making. Administration &Society,254, 518– R. E. 1990. Introduction toIndustrial/Organizational Scott, Foreman and S. P. 1998.Organizational Behavior,Concepts, Controversies, Jersey Prentice–Hall A., Ansari, M. A., and Saxena, S.1994. Organizational Context andIngratiatory Behavior Journal of SocialPsychology,1345, 641– A., & Drach-Zahavy,A 2002.Relative power and influence strategythe effects of agent/target organizationalpower on superiors’ choices ofinfluence strategies. Journal ofOrganizational Behavior,23, 167– A. J., & Paynton, C. F. 1995.TheEffect of Status Cues on Choices ofSocial Power and Journal of SocialPsychology,1355, 553– D., & Sun, H. F. 2001. Effect ofInfluence Tactics and Social Context inConflict An Experiment onRelationship in China. TheInternational Journal of ConflictManagement,123, 239– M., & Witt, L. A. 2001.TheModerating Effect of TeamworkPerception on the OrganizationalPolitics –Job Journal of SocialPsychology,143, 379– R., & Bhatnagar, D. 1999. Powerand Politics in Grievance ResolutionManaging Meaning of Due process inan Organization. Human Relations,523, 349 – 2002. Stress-related aftermaths toworkplace politics the relationshipsamong politics, job distress, andaggressive behavior of OrganizationalBehavior,23, 571– E. A. 2001. Social Power Bases ofManagers Emergence of a New Journal of Social Psychology,1411, 144– S. J., & Ferris, G. R. 1990. InfluenceTactics, Affect, and Exchange Qualityin Supervisors–SubordinateInteractions A Laboratory Experimentand Field Study. Journal of AppliedPsychology,755, 487– P. A. 1995. The Effects of Politicsand Power on The OrganizationalCommitment of Federal Executives. Politik Organisasi dalam Latar Sumber-Sumber Kekuasaan di Lingkungan Kerja273Journal of Management,211, 101– P. A. 1999. A Theory of Power andPolitics and Their Effect onOrganizational Commitment of SeniorExecutive & Society,311, 120– L. A. 1998. Enhancing OrganizationalGoal Congruence A Solution toOrganizational ofApplied Psychology,834, 666– L. A., Hilton, T. F., and Hochwarter, 2001.Addressing Politic in & OrganizationManagement,262, 230– L. A., Kacmar,K. M., Carlson,D. S., andZivnuska, S. 2002. Interactive effectsof personality and organizationalpolitics on of OrganizationalBehavior,23, 911– G. A. 1981. Leadership inOrganization. New York Prentice-Hall,Englewood G., & Falbe, C. M. 1990. InfluenceTactics and Objectives in Upward,Downward, and Lateral InfluenceAttempts. Journal of AppliedPsychology,752, 32– G., & Falbe, C. M. 1991.Importance ofDifferent Power Sources in Downwardand Lateral ofApplied Psychology,763, 416– G., & Tracey, J. B. 1992.Consequencesof Influence Tactics Used WithSubordinates, Peer, and of Applied Psychology,774, 525– G., Kim, H., and Falbe, C. M.1996.Antecedent of of AppliedPsychology,813, 309–317. Dhanny WahyudiyantoElite organisasi dakwah kerap berpolitik di dalam organisasinya. Tindakan mereka terkadang menimbulkan resistensi kader dan anggota, citra negatif dari publik, bahkan sampai menimbulkan perpecahan organisasi dakwahnya. Di sisi lain, berpolitik adalah dorongan alamiah, termasuk dalam proses suksesi kepemimpinan organisasi. Politik organisasi memiliki kepositifan jika dilakukan dengan tujuan dan cara-cara yang baik. Oleh karena itu, tulisan ini dibuat untuk merumuskan etika politik di organisasi dakwah dalam konteks suksesi kepemimpinan. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif konseptual dengan pendekatan adaptasi konsep etika politik Islam dan politik organisasi pada konteks suksesi kepemimpinan organisasi dakwah. Hasil studi menunjukkan bahwa etika politik Islam dalam suksesi kepemimpinan organisasi dakwah secara garis besar meliputi aspek tujuan dan cara. Tujuan berpolitik dalam proses suksesi kepemimpinan di organisasi dakwah seharusnya diselaraskan degan tujuan-tujuan organisasi dakwah serta mengarah pada orientasi dasar suksesi kepemimpinan organisasi. Cara mendapatkan kekuasaan menurut etika politik Islam dalam konteks suksesi kepemimpinan organisasi dakwah sebaiknya dilakukan melalui peningkatan kualitas diri yang meliputi aspek idealisme, moral, maupun kemampuan. Dalam proses suksesi yang menggunakan sistem kompetisi, setiap aktor harus menjunjung tinggi sportivitas, menunjukkan kualitas diri secara objektif kepada pemilih. Apabila sistem kompetisi mempertandingkan para kandidat, aktor harus menjaga cara penyampaian produk politiknya agar tidak menimbulkan konflik A. Judge Robert D. BretzIn a recent review, Ferris and Judge 1991 indicated that no studies had investigated the relationship between influence behavior and overall career success. In the present study, the effect of influence behavior on career success was hypothesized to depend on the type of tactic employed. Results indicated support for hypotheses Miriam ErezY RIMIDA KEIDERThe study reported here focused on both the target and the agent of influence, and examined the differences in their perceptions of the reasons for and the tactics of influence. Following attribution theory, it was hypothesized that agents would give more reasons than targets signifying power over the targets' behaviour and exercise strong tactics to influence their targets. On the other hand, targets would minimize the strong tactics being exercised upon them and emphasize reasons signifying their self-control and agents' dependence on their help. The differences between agents and targets were expected to be more significant for bosses as agents and subordinates as targets than for any other status-perspective combination. A total of 206 middle-level managers participated in the study; 125 of them responded as agents and 81 responded as targets. Kipnis et al.'s 1980 questionnaire, consisting of five reasons for influencing others and 58 tactics of influence, was used. Nine dimensions of influence were found by factor analyses. Results clearly supported the research research shows that information on power dependence is crucial in forming estimates of self and other power in a subordinate-superordinate conflict situation. We extend these basic ideas by considering hole additional information on legitimate authority also shapes power estimates in an intraorganizational conflict. Sixteen role-playing vignettes, which placed participants in the role of a subordinate in conflict with a manager manipulated information on the manager's legitimacy authorization and endorsement and on both parties' alternatives under conditions of high outcome value Results indicate that information on both forms of power is used to make po,ver estimates. Specifically higher manager's alternatives and authorization are related positively to perceived manager's power. Higher subordinate's alternatives are related negatively to manager's power. Also, when the manager's authorization is high, level of manager's endorsement does not affect perceived self subordinate power; when authorization is low, however, a shift from high to low endorsement increases perceived self power. Finally, higher subordinate's alternatives are related positively to self power; higher manager's alternatives are related negatively to self power. Possible reasons for small effects of endorsement on power assessments ape J. StahelskiCarolyn F. PayntonSocial influence and social power were examined in two studies. In Study 1, samples of students who had been presented with randomly ordered lists of 13 influence tactics and power bases predicted the likelihood that an influence agent would use the tactics or power bases, for seven status-differentiated, hypothetical relationships. Lower status agents were perceived to use influence tactics, and higher status agents were perceived to use power bases. In Study 2, female students were assigned either a supervisory role or a subordinate role. The participants in the supervisory and subordinate roles identified power bases or influence tactics that had been rated by the participants in Study 1 as commonly used by higher or lower status influence agents, respectively. The results of the present study seem to support the notion that social influence and social power are separate A. WilsonThis research investigates the effects of power and politics on organizational commitment. The study develops two theoretical explanations for organizational commitment in which five independent variables are embodied I a power-based theory of commitment including subunit power, leadership power, leadership behavior variables; and, 2 theory of politics including “arbitrary personnel practices”and the “political control”variables. Politics and power are discovered to have a significant effect on the organizational commitment of executives. John Alan ParnellEdward D. BellThis article reports on a 10-item scale to measure the propensity for participative decision making PPDM—the proclivity of present and prospective managers for participative decision making. The scale development procedure employed suggests that PPDM is composed of two key dimensions organizational effectiveness and managerial perceptions concerning power.
PENGAMBILANKEPUTUSAN, KEKUASAAN DAN POLITIK DALAM ORGANISASI. TIK • Mampu menjelaskan konsep pengambilan keputusan dalam organisasi • Membedakan tipe-tipe pengambilankeputusandalam hierarki organisasi. • Mampu menjelaskan teori rasionalitas terbatas (bounded rationality) dari Simon. • Mengenal dan mampu menjelaskan berbagai proses pengambilan keputusan dalam organisasi.

1KEKUASAAN DAN POLITIK DALAM ORGANISASI Pengertian kekuasaan dalam organisasi serta pengertian politik dalam organisasi dalam perbincangan seputar organisasi dan manajemen adalah perkembangan paling mutakhir dalam studi-studi organisasi dan manajemen. Tokoh-tokoh seperti James March dan Jeffrey Pfeiffer bertanggung jawab dalam mempopulerkan studi kekuasaan dan politik di dalam organisasi. Tulisan ini akan membahas masalah kekuasaan dan politik di dalam organisasi, bukan kekuasaan dan politik pada struktur kenegaraan yang biasa kita sebut “politik” sehari-hari. Mungkin saja akan banyak konsep yang serupa karena pinjam-meminjam konsep antarbidang ilmu adalah umum. Definisi Kekuasaan dalam Organisasi Gilbert W. Fairholm mendefinisikan kekuasaan sebagai “... kemampuan individu untuk mencapai tujuannya saat berhubungan dengan orang lain, bahkan ketika dihadapkan pada penolakan mereka.” Fairholm lalu merinci sejumlah gagasan penting dalam penggunaan kekuasaan secara sistematik dengan menakankan bahwa kapasitas personal-lah yang membuat pengguna kekuasaan bisa melakukan persaingan dengan orang lain. Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik. Karakteristik tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan seseorang, yaitu pemimpin juga pengikut gunakan dalam hubungan interpersonalnya. Karakter kekuasaan, menurut Fairholm adalah 1. Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekadar tindakan acak; 2. Kekuasaan adalah alat instrumen, ia adalah alat guna mencapai tujuan; 3. Kekuasaan bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan di aneka situasi atau dideteksi kemunculannya; 4. Kekuasaan melibatkan kebergantungan, terdapat kebebasan atau faktor kebergantungan-ketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan kekuasaan. 5. Kekuasaan adalah gagasan bertindak, ia bersifat samar dan tidak selalu dimiliki; 6. Kekuasaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuasaan yang kita miliki; 28. 8 Kekuasaan didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus berbeda sebelum mereka bisa menggunakan kekuasaan-nya. Gareth Morgan dalam karya penelitiannya Images of Organization, mendefinisikan kekuasaan sebagai “... medium lewat mana konflik kepentingan diselesaikan ... kekuasaan mempengaruhi siapa dapat apa, kapan dan bagaimana ... kekuasaan melibatkan kemampuan perilaku orang lain dan membujuknya untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa mereka tolak.” Sebab itu, Wagner and Hollenbeck mendefinisikan kekuasaan sebagai“ ... kemampuan, baik untuk mempengaruhi perilaku orang lain ataupun untuk melawan pengaruh yang tidak diinginkan.” Studi Charles McClelland menyebut bahwa kekuasaan adalah satu jenis kebutuhan nPow yang dipelajari selama periode masa kecil dan dewasa seseorang. Kebutuhan akan kekuasaan ini punya dampak berbeda pada cara orang berpikir dan berperilaku. Umumnya, orang yang tinggi “nPow-nya” bersifat kompetitif, agresif, sadar prestise, cenderung bertindak, dan bangga tatkala bergabung ke dalam kelompok. Dalam konteks perilaku organisasi, John R. Schemerhorn mendefinisikan kekuasaan sebagai “ ... kemampuan yang mampu membuat orang melakukan apa yang kita ingin atau kemampuan untuk membuat hal menjadi kenyataan menurut cara yang kita inginkan.” Kekuasaan biasanya dikaitkan dengan konsep kepemimpinan, di mana kepemimpinan merupakan mekanisme kunci dari kekuasaanguna memungkinkan suatu hal terjadi. 3kekuasaan dari aneka sumber, baik dari organisasi yang disebut sebagai “power position” ataupun dari personalitasnya sendiri yang disebut “personal power.” Jeffrey Pfeiffer, salah satu perintis kajian kekuasaan dan politik dalam organisasi mendefinisikan kekuasaan sebagai “ ... the potential ability to influence behavior, to change the course of events, to overcome resistance, and to get people to do things that they would not otherwise do.” [... kemampuan potensial untuk mempengaruhi perilaku, mengubah arah peristiwa, mengatasi perlawanan, dan membuat orang melakukan sesuatu yang tadinya tidak hendak mereka lakukan]. Baik politik maupun pengaruh influence adalah merupakan proses, tindakan, perilaku, di mana kekuasaan yang bersifat potensial ini memiliki media untuk digunakan, direalisasikan. Richard L. Daft mengidentifikasi bahwa kekuasaan sebagai kekuatan di dalam organisasi sulit untuk dicerap, tidak bisa dilihat, tetapi efeknya dapat dirasakan. Daft kemudian juga menyatakan kekuasaan sebagai kemampuan potensial seseorang atau departemen untuk mempengaruhi orang atau departemen lain untuk menjalankan perintah atau melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka tolak. Daft menyebut definisi lain dari kekuasaan yang lebih menekankan pemahaman bahwa kekuasaan adalah kemampuan umtuk eraih tujuan atau hasil sebagaimana dikehendaki pemegang kekuasaan. Pencapaian hasil yang dikehendaki adalah dasar utama dari definisi kekuasaan. Definisi kekuasaan dari Daft sendiri adalah “ ... the ability of one person or department in an organization to influence other people to bring about desired outcomes.” Kekuasaan berpotensi untuk mempengaruhi orang lain dalam organisasi dengan sasaran memperoleh hasil yang dikehendaki para pemegang kekuasaan. Sebagai definisi penutup, baiklah kami sampaikan apa yang diutarakan James G. March and Thierry Weil mengenai konsep kekuasaan. Mereka berdua menyatakan penulis kutip agak panjang “ ... it is a concept that is often used; the feeling of power is linked to the esteem that people have for themselves this is often a vicious circle, as a person’s reputation for powerfulness or weakness contributes to his or her success of difficulties. 4On the level of collective choice, where decision is some kind of weighted mean of the choices of the various participants, a person’s capacity to obtain what he or she wants power, according to the definition above is lingked to his or her weight in the decision-making process power, according to some other definitions and the congruence of his or her preferences with those of other people.” Definisi-definisi kekuasaan yang telah disebutkan – kendati definisi itu sendiri tidak ada yang mencukupi menurut March – mengindikasikan pentingnya posisi kekuasaan dalam suatu organisasi. Tanpa kekuasaan, individu akan anarkis, pemimpin tidak bergigi, sanksi tidak dipatuhi, dan sebab itu ketiadaan kekuasaan kerap dianggap situasi chaos kekacauan. Ketiadaan kekuasaan dalam organisasi membuat organisasi kehilangan konsep pengendalian dan berujung pada ketidaktercapaian tujuan organisasi, bhkan chaos dalam organisasi. Sumber dan Jenis Kekuasaan Dari manakah sumber-sumber kekuasaan? Para penulis berbeda pendapat – kendati punya banyak kesamaan satu sama lain – seputar sumber kekuasaan di dalam organisasi. Ada baiknya kita tinjau pendapat Gareth Morgan tentang sumber kekuasaan dalam organisasi, yang menurutnya berasal dari 1. Otoritas formal; 2. Kendali sumber daya langka; 3. Penggunaan struktur, aturan, dan kebijakan organisasi; 4. Kendali proses pembuatan keputusan; 5. Kendali pengetahuan dan informasi’ 6. Kendali batasan boundary organisasi; 7. Kendali teknologi; 8. Aliansi interpersonal, jaringan, dan kendali atas “organisasi informal”; 9. Simbolisme dan manajemen makna filosofi organisasi; 10. Gender dan manajemen hubungan berbasis gender; 11. Faktor-faktor struktural yang menentukan tahap-tahap tindakan; dan 5Bagi Morgan, sumber-sumber kekuasaan menyediakan para anggota organisasi sejumlah makna berbeda untuk menggapai kepentingan mereka serta memecahkan sekaligus melestarikan konflik dalam organisasi. Studi klasik seputar jenis kekuasaan ditemukan French and Raven tahun 1959. Keduanya membuat taksonomi yang membedakan 5 jenis kekuasaan, yaitu Revisi atas taksonomi French and Raven dilakukan oleh Ronald J. Stupak and Peter M. Leitner dalam Handbook of Public Quality Management tahun 2001, di mana mereka menerima 5 jenis kekuasaan French and Raven tetapi menambahkannya menjadi 6yang kompeten bekerja, kendati bukan manajer atau pimpinan, bisa berkuasa. Kekuasaan ini datang dari karakteristik unik mereka. Taksonomi jenis dan sumber kekuasaan dari Robbins adalah sebagai berikut Dalam tanggapannya atas taksonomi jenis kekuasaan French and Raven, Douglas Fairholm mengklasifikasi 10 jenis kekuasaan yang banyak diaplikasikan hingga saat ini, yang menurutnya adalah 1. Reward Power 7mengendalikan perilaku orang lain dan mencapai hasil yang diharapkan sejauh adanya kebutuhan orang lain tersebut akan reward yang disediakan olehnya. Penggunaan kekuasaan reward biasanya dilakukan oleh orang di tingkatan tertinggi hirarki organisasi. Mereka biasanya punya akses pada material, informasi atau upah psikologis senyum, perhatian, pujian, kata-kata manis. Manajemen tingkat menengah dan para supervisor juga biasanya memiliki jenis kekuasaan ini. Sebaliknya, pekerja juga dapat menerapkan kekuasaan reward ini kepada atasannya, dengan cara menerapkan energi dan skill yang mereka miliki guna menyelesaikan pekerjaan yang ketidakpatuhannya. Kekuasaan ini terletak pada kemampuan seseroang untuk memerintahkan kepatuhan lewat cara fisik. Seperti reward, kekuasaan jenis ini memungkinkan pemimpin mempengaruhi perilaku orang lain akibat kemampuannya menerapkan hasil yang tidak diinginkan. Ketidakpatuhan atas orang yang punya jenis kekuasaan koersif menghasilkan penerapan hukuman dalam bentuk menahan reward yang diinginkan. Ini merupakan situasi kekuasaan koersif, kekuasaan yang mengikuti model militer. 3. Expert Power Expert Power adalah kekuasaan yang didasarkan kemampuan dan pengetahuan khusus yang dimiliki seseorang di mana target atau orang lain kerap menggunakan atau bergantung kepadanya. Orang selalu menghargai kompetensi, dan sebab itu Expert Power merupakan sumber kekuasaan yang penting untuk diterapkan. Kekuasaan mengalir dari orang yang punya skill, pengetahuan, dan kemampuan yang dibutuhkan dan dihargai oleh orang lain. Jika orang merengek agar seorang pekerja mau menggunakan skill yang ia miliki untuk membantu mereka, maka pekerja tersebut punya kekuasaan. 4. Legitimate Power 8pada mereka yang menyatakan wajib untuk mentaati sumber kekuasaan organisasi. Persepsi legitimasi di benak target kekuasaan bersifat kritis. Baru setelah target ini yakin bahwa pemberi perintah punya hak yang legitimate untuk memerintah sajalah mereka akan patuh. 5. Identification Power with Other Hubungan seseorang dengan orang lain yang punya kekuasaan menular pada orang yang berhubungan tersebut. Sebab itu, kekuasaan yang ada merujuk pada penguasa lain. Jenis kekuasaan ini bisa datang lewat hubungan personal seperti sekretaris atau asisten administrasi yang kerap kerja bareng boss eksekutif. Jika orang yang mendekatkan diri dengan kekuasaan tersebut juga meniru gagasan, norma, metode, dan tujuan dari orang berkuasa, kekuasaan orang tersebut akan bertambah. 6. Critical Power Pada tingkat lain, seseorang berkuasa hingga derajat mana kontribusi orang tersebut bersifat kritis bagi individu lain atau bagi organisasi. Bilamana orang lain berhasrat pada energi, sumberdaya, dan keahlian seseorang, hingga derajat tersebut pula ia punya kekuasaan atas mereka. Seseorang juga menerapkan kekuasaan sejauh orang tersebut terhubung dengan sumber daya yang mereka kuasai. 7. Social Organization Power Sumber kekuasaan lainnya adalah organisasi sosial. Kekuasaan juga diturunkan lewat hubungan terstruktur di mana seseorang mengkombinasikan kekuatan individual mereka guna memenuhi tujuan kelompok. James MacGregor Burns menyatakannya dalam kata-kata “kekuasaan seorang pemimpin mengalir dari kekuasaan pengikut.” Pencapaian tujuan hanya dapat terselenggara ketika satu individu berhasil memobilisasi dan mentransformasi pengikut, yang pada gilirannya mentransformasikan kekuasaan tersebut kepada pemimpin. 8. Power Using Power Kekuasaan juga bisa bersumber tatkala seseorang menggunakan kekuasaan-nya. Kekeliruan menerapkan kekuasaan dapat berakibat hilangnya kekuasaan. Sebaliknya, penggunaan kekuasaan cenderung meningkatkan kekuasaan itu sendiri. Persepsi dari orang lain seputar kekeliruan seorang pengguna kekuasaan bisa menghasilkan berkurangnya dukungan. Kekeliruan bertindak atau sering melakukan kekuasaan secara sembrono bisa mengikis kekuasaan dan dukungan dari orang lain yang kita butuhkan agar kekuasaan kita langgeng. Kekuasaan, pada dirinya sendiri, adalah sumber bagi kekuasaan lainnya. 9. Charismatic Power 9karisma biasanya punya personalitas menyenangkan, menarik, dan mendorong orang mau mematuhi si pemilik karisma. Orang yang punya kharisma biasanya ada di lingkar tengah klik-klik berpengaruh dan punya akses pada orang-orang berpengaruh di dalam komunitas. 10. Centrality Power Penempatan strategis individu ke dalam organisasi juga merupakan sumber kekuasaan. Lokasi fisik di jantung kegiatan atau interaksi dengan orang-orang berkuasa menambah perkembangan dan penggunaan efektif dari kekuasaan. Sentralitas kekuasaan ini penting dalam konteks kekuasaan, baik secara fisik ataupun sosial. Penulis lain seperti seperti Yukl and Falbe membuat taksonomi jenis kekuasaan menjadi 7 jenis kekuasaan yang dibagi ke dalam 2 variabel yaitu variabel Position Power dan Personal Power. Position Power termasuk pengaruh potensial yang diturunkan dari otoritas legitimasi, kendali atas sumber daya dan reward, kendali atas penghukuman, kendali atas informasi, dan kendali atas lingkungan kerja fisik. Personal Power termasuk pengaruh potensial yang diturunkan dari kepakaran kerja dan potensi pengaruh berdasar persahabatan dan loyalitas. Secara lengkap, taksonomi Yukl dan Falbe sebagai berikut Taksonomi Yukl and Fabl mirip dengan yang dibuat Wagner and Hollenbeck berdasarkan karya French and Raven, kecuali untuk Information Power dan Ecological Power. 10Berdasarkan karya French and Raven, dapat dibuat suatu alat ukur guna mengukur jenis kekuasaan yang ada pada seseorang atau pimpinan atau manajer. Alat ukur tersebut sebagai berikut Politik dalam Organisasi Hingga saat ini, kita telah menjelajahi konsep kekuasaan power dalam organisasi. Tibalah kini saatnya kita mengeksplorasi aspek politik di dalam organisasi. Politik dalam organisasi adalah sesuatu yang sulit dihindarkan tatkala organisasi terdiri atas 2 orang atau lebih. Terdapat banyak kepentingan di dalam organisasi, langkanya sumber daya, dan tarik-menarik gagasan. Seluruhnya membuat politik dalam organisasi menjadi konsekuensi logis aktivitas di dalam organisasi. Bagi Robert Morgan, organisasi serupa dengan sistem politik. Politik di dalam organisasi organizational politics dengan memfokuskan perhatian pada tiga konsep yaitu interest kepentingan, konflik, dan kekuasaan power. Interest kepentingan adalah kecenderungan meraih sasaran, nilai, kehendak, harapan, dan kecenderungan lainnya yang membuat orang bertindak dengan satu cara ketimbang lainnya. 111. Autocratically secara otokratik – > “kita lakukan dengan cara ini.” 2. Bureaucratically secara birokratis – > “kita disarankan melakukan cara ini.” 3. Technocratically secara teknokratis – > “yang terbaik dengan cara ini.” 4. Democratically secara demokratis – > “bagaimana kita melakukannya.” Definisi Politik dan Politik Organisasi Politik tidak sama dengan kekuasaan dan pengaruh influence. Ketiganya adalah konsep berbeda dan berdiri sendiri. Power atau kekuasaan mengekspresikan kapasitas individu untuk secara sengaja menimbulkan dampak pada orang lain. Pengaruh influence adalah kemampuan membuat orang menuruti kehendak pemberi pengaruh. Politik mendasarkan diri pada kekuasaan kekuasaan, dan kekuasaan ini tidak terdistribusi secara merata di dalam organisasi. Sebab itu, siapa pun yang menggenggam kekuasaan di dalam organisasi akan menggunakannya guna mempengaruhi to influence orang lain. Dengan kata lain, kekuasaan adalah sumber daya sosial yang ditujukan demi melancarkan pengaruh, yaitu proses sosial, dan keduanya merupakan sokoguru politik. Politik dapat didefinisikan sebagai kegiatan dimana individu atau kelompok terlibat sedemikian rupa guna memperoleh dan menggunakan kekuasaan untuk mencapai kepentingannya sendiri. Kendati politik punya kans merusak, politik sesungguhnya tidaklah buruk. Faktanya, kendatipun para manajer dan pekerja kerap menolak bahwa politik mempengaruhi kegiatan organisasi, sebuah riset mengindikasikan bahwa politik kantor muncul dan ia punya dampak terukur dalam perilaku organisasi. Definisi lain politik diajukan oleh Richard L. Daft, yang menurutnya adalah “... penggunaan kekuasaan guna mempengaruhi keputusan dalam rangka memperoleh hasil yang diharapkan." Penggunaan kekuasaan dan pengaruh membawa pada 2 cara mendefinisikan politik. Pertama, selaku perilaku melayani diri sendiri. Kedua, sebagai proses pembuatan keputusan organisasi yang sifatnya alamiah. 12menganggap kegiatan politik dalam jenis ini di perusahaan kerap dihubungkan dengan perasaan gelisah dan ketidakpuasan kerja. Riset juga mendukung keyakinan tidak proporsionalnya penggunaan politik berhubungan dengan rendahnya moral pekerja, kinerja organisasi yang rendah, dan pembuatan keputusan yang buruk. Politik dalam cara pandang ini menjelaskan kenapa manajer tidak menyetujui perilaku politik. Dalam definisi kedua, politik dilihat sebagai proses organisasi yang alamiah demi menyelesaikan perbedaan di antara kelompok kepentingan di dalam organisasi. Politik adalah proses tawar-menawar dan negosiasi yang digunakan untuk mengatasi konflik dan perbedaan pendapat. Dalam cara pandang ini, politik sama dengan pembangunan koalisi dalam proses-proses pembuatan keputusan. Politik bersifat netral dan tidak perlu membahayakan organisasi. Setelah definisi politik per se dijabarkan, tibalah kita merujuk pada konteks pembicaraan politik dalam buku ini, yaitu dalam konteks keorganisasian. Sebelumnya masuk lebih jauh, ada baiknya dikemukakan beberapa definisi Politik Organisasi. Richard L. Daft mendefinisikan politik organisasi sebagai “ [kegiatan yang] melibatkan kegiatan memperoleh, mengembangkan dan menggunakan kekuasaan power dan sumber daya lainnya guna mempengaruhi pihak lain serta menambah hasil yang diharapkan tatkala terdapat ketidakmenentuan ataupun ketidaksetujuan seputar pilihan-pilihan yang tersedia.” Dengan definisi ini, perilaku politik dapat menjadi kekuatan positif ataupun negatif. Politik adalah penggunaan power kekuasaan agar sesuatu tercapai. Ketidakmenentuan dan konflik adalah alamiah dan tidak terelakkan. Politik adalah mekanisme guna mencapai persetujuan. Politik melibatkan diskusi-diskusi informal yang memungkinkan orang mencapai kesepakatan dan membuat keputusan yang mungkin bisa menyelesaikan masalah ataupun tidak. Douglas Fairholm, setelah menelusuri sejumlah definisi politik organisasi, mengambil sejumlah benang merah definisi politik keorganisasian, yang meliputi 1. Tindakan yang diambil oleh individu melalui organisasi; 2. Setiap pengaruh yang dilakukan seorang aktor terhadap lainnya; 3. Upaya satu pihak guna mempromosikan kepentingan-diri atas pihak lain dan, lebih lanjut, mengancam kepentingan-diri orang lainnya; 135. Politik keorganisasian melibatkan sejumlah proses pertukaran dengan hasil yang zero-sum menang-kalah; 6. Politik keorganisasian adalah proses yang melibatkan perumusan sasaran politik, strategi pembuatan keputusan, dan taktik; serta 7. Politik keorganisasian adalah esensi dari kepemimpinan. Akhirnya, Fairholm mendefinisikan politik keorganisasian sebagai “ ... meliputi tindakan-tindakan yang diambil untuk memperoleh dan menggunakan power kekuasaan dalam hal pengendalian sumber daya organisasi demi mencapai hasil yang diharapkan oleh satu pihak diperhadapkan dengan pihak lainnya.” Jeffrey Pfeffer, perintis riset politik dalam organisasi, mendefinisikan politik keorganisasian sebagai “ ... penerapan atau penggunaan power kekuasaan, dengan mana kekuasaan sendiri didefinisikan sebagai kekuatan potensial.” Definisi politik dan politik organisasi kiranya saling bersinggungan. Konsep-konsep kekuasaan, influence pengaruh, resources sumberdaya, interest kepentingan, merupakan sejumlah konsep inheren melekat di dalam definisi politik maupun politik organisasi. Juga telah dikatakan bahwa politik tidak selalu berarti buruk. Politik adalah media kompetisi gagasan antar sejumlah pihak yang berbeda guna mencapai tujuan masing-masing. Dalam mengakui keberadaan politik keorganisasian, suatu survey pernah diadakan Gandz and Murray tahun 1980 terhadap 480 orang manajer seputar politik dalam organisasi di Amerika Serikat. Survey tersebut menggambarkan ambivalensi pendapat para manajer soal politik sebab berkembang pameo yang menyatakan “Power is America’s last dirty word. It is easier to talk about money – and much easier to talk about sex – than it is talk about power.” Hasil survey bertajuk “Perasaan Manajer tentang Politik di Tempat Kerja” sebagai berikut 14Richard L. Daft mengidentifikasi 3 wilayah dimana politik organisasi terangsang untuk muncul. Wilayah-wilayah tersebut adalah 1 Perubahan Struktural; 2 Suksesi Manajemen; dan 3 Alokasi Sumber Daya. Perubahan Struktural. Perubahan struktural, misalnya reorganisasi jabatan, langsung menohok ke dalam “jantung” hubungan otoritas dan kekuasaan. Reorganisasi seperti perubahan tugas dan wewenang, juga berdampak atas dasar kekuasaan akibat ketidakmenentuan strategis. Untuk alasan ini, reorganisasi membawa ke arah maraknya kegiatan politik dalam organisasi. Para manajer secara aktif menawar dan menegosiasi guna memelihara wewenang dan kekuasaan yang mereka miliki. Merger dan akuisisi juga kerap membawa kegiatan politik yang eksplosif. Suksesi Manajemen. Perubahan keorganisasian seperti rekrutmen eksekutif baru, promosi, dan transfer pegawai punya signifikansi politik yang besar, khususnya pada level organisasi puncak dimana ketidakmenentuan demikian tinggi dan jaringan kepercayaan, kerjasama, dan komunikasi di antara eksekutif adalah penting. Keputusan rekrutmen dapat melahirkan ketidakmenentuan, pertentangan wacana, dan ketidaksetujuan. Manajer dapat menggunakan perekrutan dan promosi guna memperkuat jaringan aliansi dan koalisi dengan menempatkan orang-orangnya sendiri dalam posisi kunci. Alokasi Sumberdaya. Alokasi sumber daya adalah arena politik ketiga. Alokasi sumberdaya memotong seluruh sumberdaya yang dibutuhkan bagi kinerja organisasi, termasuk gaji, anggaran, pekerja, fasilitas kantor, perlengkapan, penggunaan transportasi kantor, dan sebagainya. Sumber daya adalah vital sehingga bahwa ketidaksetujuan untuk memprioritaskan salah satu sumber daya mungkin mengemuka. Dalam konteks ini, proses-proses politik membantu menyelesaikan dilema ini. Penulis lain seperti Wagner II and Hollenbeck mengidentifikasi sejumlah faktor yang mendorong kegiatan politik di dalam organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah 1 Personalitas Individu; 2 Ketidakmenentuan; 3 Ukuran Organisasi; 4 Level Hirarki; 5 Heterogenitas Anggota; dan 6 Pentingnya Keputusan. Personalitas Pribadi. Karakteristik kepribadian tertentu memungkinkan orang menunjukkan perilaku politik. Contohnya, orang yang punya kebutuhan kekuasaan nPow tinggi dalam istilah Charles McClelland. Orang ini terdorong hasrat politik dari dalam dirinya sendiri guna mencari pengaruh atas orang lain, yang juga memotivasinya untuk menggunakan kekuasaan demi hasil-hasil politik. 15bahwa kesadaran-diri orang tidak sama dengan lainnya untuk terlibat dalam politik kantor karena mereka takut menjadi perhatian publik dan dinilai negatif karena terlibat dalam politik. Ketidakmenentuan. Ketidakmenentuan menjadi alasan munculnya nuansa politik di dalam organisasi, yang jenis-jenisnya sebagai berikut 1. Keberatan-keberatan dalam ketersediaan sumberdaya langka atau informasi seputar sumber daya tersebut; 2. Informasi yang beredar bersifat ambigu tidak jelas atau lebih dari satu versi; 3. Sasaran, tujuan, peran pekerjaan, atau ukuran kinerja yang tidak didefinisikan secara baik; 4. Ketidakjelasan peraturan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan siapa yang harus buat keputusan, bagaimana keputusan dicapai, atau bilamana pembuatan keputusan harus dilakukan; 5. Perubahan reorganiasi, realokasi anggaran, atau modifikasi prosedur dalam aneka bentuknya; dan 6. Pihak yang yang menjadi gantungan tumpuan harapan/backing individu atau kelompok memiliki pesaing atau musuh. Ukuran Organisasi. Politicking lebih sering muncul pada organisasi skala besar ketimbang skala kecil. Adanya orang dalam jumlah besar cenderung menyembunyikan perilaku seseorang, memungkinkan mereka terlibat dalam politik tanpa takut diketahui konspirasi. Level Hirarki. Politik juga kerap ditemukan dalam manajer tingkat atas, karena kekuasaan yang dibutuhkan untuk terlibat dalam politik biasanya terkonsentrasi diantara para manajer tingkat atas tersebut. Heterogenitas Anggota. Anggota dalam organisasi yang heterogen biasanya saling berbagi kepentingan dan nilai yang sedikit dan lebih lanjut mencari sesuatu yang berbeda. Dalam kondisi ini, proses-proses politik cenderung muncul dimana setiap anggota bersaing untuk memutuskan kepentingan siapa yang terpuaskan dan siapa yang tidak. Pentingnya Keputusan. Keputusan yang sifatnya penting lebih memancing aktivitas politik organisasi ketimbang keputusan yang biasa-biasa saja. Ini diakibatkan sebuah keputusan penting punya dampak besar dalam menarik perhatian para anggota organisasi. 16melibatkan diri dalam politik. Eran Vigoda-Gadot merinci 6 dimensi perilaku politik di diri individu yang mendorong munculnya kegiatan politik, yaitu 1. Otonomi Pekerjaan. Semakin independen karyawan dalam melakukan tugas, semakin mahir kemampuannya dalam menerapkan pengaruh untuk tujuan mempromosikan keinginannya; 2. Masukan Keputusan. Keterlibatan dan kerjasama dalam proses pembuatan keputusan membuat karyawan merasa terhubung dengan organisasi, suatu perasaan tanggung jawab agar ia berfungsi lebih jauh, dan keinginan menanam andil jasa guna mempertahankan daya saing organisasi. Lebih jauh lagi, terbuka kesempatan yang mencukupi untuk memunculkan perilaku politik yang berupaya memaksimalkan tujuan personal dan organisasi dan meraih prestasi lewat pemberian pengaruh atas orang lain sehingga mereka akan membantunya dalam merealisasikan tujuan individualnya maupun organisasi. 3. Kepuasan Kerja. Semakin puas seorang karyawan, semakin ia percaya pada organisasi berikut seluruh proses di dalamnya sehingga keterasingannya dari pekerjaan jauh berkurang. Kepuasan yang ia rasakan di pekerjaan membentuk kepentingannya sendiri yaitu memelihara status quo. Jika kepuasan kurang akan membawa individu bertindak dalam rangka mempengaruhi pihak lain untuk mengubah keputusan-keputusan di dalam organisasi. 4. Status dan Prestise Pekerjaan. Status dan prestise pekerjaan berhubungan dengan opini politik. Semakin besar keinginan mengekspresikan opini, protes, dan secara aktif mengutarakan ide-ide yang ia sukai. Tatkala pekerja punya status dan prestise profesional yang tinggi ia juga akan menuntut aset-aset yang butuh dukungan dan perlindungan. Ia tidak mengupayakan perubahan besar atas lingkungannya dan menggunakan keahlian politiknya yang tinggi guna memelihara aset-aset pribadinya. 5. Hubungan Kerja. Hubungan yang dekat antara satu individu dengan individu lainnya di lokasi kerja membawa pada merembeskan pandangan satu sama lain di dalam organisasi, di mana terjadi adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka. 6. Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar gagasan, perilaku dan kebiasaan politik dari tingkat lingkungan kerja hingga sistem politik nasional dan vice versa demikian sebaliknya. Orang yang cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja umumnya mahir pula dalam berpolitik. 17berikut 18REFERENSI 1. Gilbert W. Fairholm, Organizational Power Politics Tactics in Organizational Leadership, 2nd Edition Santa Barbara Praeger, 2009 , 2. Gareth Morgan, Images of Organization Thousand Oaks, California Sage Publications, 2006 3. Stephen P. Robbins, Organisational Behaviour Global and Southern African Perspectives, 2nd Edition Cape Town Pearson Education South Africa Pty Ltd., 2009 4. John A. Wagner II and John R. Hollenbeck, Organizational Behavior Securing Competitive Advantage Madison Avenue, New York Routledge, 2010 5. Ibid., 6. John R. Schemerhorn, James G. Hunt, Richard N. Osborn, Organizational Behavior, 7th Edition Phoenix John Wiley & Sons, 2002 7. Jeffrey Pfeiffer, Managing with Power Politics and Influence in Organizations New York Harvard Business School Press, 1992 8. Richard L. Daft, Organization Theory and Design, 10th Edition Mason Cengage Learning, 2010 p. 497. 9. Ibid. 10. James G. March and Thierry Weil, On Leadership Malden Blackwell Publishing, 2005 11. Gareth Morgan, Images ...., 12. John A. Wagner II and John R. Hollenbeck, Organizational ..., 13. Ronald J. Stupak and Peter M. Leitner, Handbook of Public Quality Management, Boca Raton, Florida CRC Press, 2001. 14. Douglas Fireholm, Organizational ...., 15. Gary Yukl, Leadership in Organizations, 6th Edition New Delhi Dorling

Praktisipengembangan organisasi memerlukan kesadaran dan kecakapan prilaku dalam arena kekuasaan dan politik. Pengembangan organisasi adalah suatu pendekatan khusus yang sangat mengandalkan intervensi ilmu perilaku, pemecahan masalah bersama secara sistematik, dan manajemen kerja sama dari kebudayaan dan proses-proses organisasi.
Kekuasaan power mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi ini mengimplikasikan sebuah potensi yang tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan ketergantungan. Kekuasaan merupakan suatu potensi atau kemampuan sehingga bisa saja seseorang mempunyai kekuasaan tapi tidak menjalanakannya. Aspek terpenting dari kekuasaan adalah fungsi ketergantungan Dependency artinya semakin besar ketergantungan B terhadap A maka besar pula kekuasaan A. Selain itu seseorang dapat memiliki kekuasaan atas diri Anda hanya jika ia mengendalikan sesuatu yang Anda inginkan.
Imam Wahjono, Sentot Imam. 2007. Pengaruh Perilaku Pemimpin Transformasional Otentik terhadap Kepuasan Kerja dengan Variabel Intervening: Kesamaan Nilai, Kepercayaan, dan Rasa Kagum Guru dan Kekuasaan dan politik dalah sesuatu yang ada dan di dalam kehidupan setiap organisasi tetapi agak sulit untuk mengukurnya. Akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi. Pada saat setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu. Politik tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok, bahkan pada unit keluarga. Politik adalah suatu jaringan interaksi antar manusia dengan kekuasaan yang diperoleh, ditransfer, dan digunakan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kita sering mendengar kata politik dan kekuasaan, kedua kata ini sering dihubungkan sata sama lain. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free A preview of the PDF is not available ... Ide baru yang dibawa Datuak Parpatiah Nan Sabatang menyebar dan mendapatkan pendukung dengan lahirnya suku Bodi dan Caniago sebagai titik awal kelarasan Bodi Caniago Russel, 1988 "kekuasaan berhubungan dengan ide, ajaran, yang akhirnya berubah menjadi jalan hidup seperti adat istiadat. Rambe et al., 2019 Raja feodal tetapi menanamkan kekuasaan terhadap ide dan gagasan yang revolusionernya. Datuak Parpatiah Nan Sabatang adalah salah satu nama yang melegenda di sejarah Minangkabau, namanya akan selalu muncul ketika orang membahas Minangkabau sebagai penyeimbang sekaligus menguncang nilai-nilai mapan berserta hegemoninya. ...Kelarasan Bodi Caniago lahir untuk pemahaman baru yang memperbaiki nilai-nila lama. Pemahaman baru berbentuk membesut dari bumi yang melibatkan anak kamanakan yang hari ini dikenal dengan atau kebjikan partispatif. Kelarasan Bodi Caniago dicetuskan pertama kali Datuak Parpatiah Nan Sabatang yang lahir diawal Minangkabau berdiri melihat pemimpin hanya seranting didahulukan dibandingkan orang yang dipimpin, mengizinkan perbedaan pendapat sebagai cara mencari solusi dalam kerangka musyawarah mufakat. Laras Bodi Caniago adalah tesis yang lahir dari sebagai anti tesis terhadap hukum dan aturan yang ada sebelumnya ada di Pariangan. Sebagai tesis kelarasan Bodi Caniago mengembangkan fondasi-fondasi ideologis yang konseptual untuk mencapai tujuan-tujuannya, dasarnya keinginan dari bawah dalam keseteraan yang diselesaikan dengan musyawarah PonjaYusra Dewi SiregarAnang Anas AzharThis article discusses the dynamics of the spread of Islam in the Siantar Kingdom at the beginning of the 20th century. The interaction of coastal communities with inland areas through trade routes made this area then influenced by Islam. This study uses the historical method in four writing steps, namely; heuristics, verification or criticism, interpretation, and historiography, with a historical approach. After King Sang Naualuh Damanik embraced Islam, the development of Islam in this area spread quite massively. The king and the preachers and other court officials became the front guard in preaching Islam in Siantar. In the process of spreading, Islam also faced some serious challenges. First, there are still many Siantar people who embrace the religion of their ancestors Habonaron Do Bona. Second, the entry of Christian missionaries from the RMG Rheinische Missions Gesellschaft organization from Germany, which was tasked with evangelizing the people of Simalungun and the coast of Lake Toba. With his increasingly active activities in preaching Islam, finally, Raja Sang Naualuh Damanik was arrested by the Dutch colonialists in 1905. The following year, he was exiled to Bengkasli, Riau. After the exile of the King, the spread of Islam in the Siantar region practically SheehanThe balance of power principle has been central to both the study and practice of international politics for three centuries. It has guided governments in the conduct of foreign policy and provided a structure for explanations of some of the recurring patterns of international relations. For many analysts it comes closer than any other idea to being the guiding principle behind international politics. It has always been controversial, both in terms of its power to explain the workings of the international system and in terms of its wisdom and moral virtue as a foreign policy strategy. It is a concept riddled with ambiguity and the fact that it has demonstrated such longevity and resilience shows that it has served an important purpose in thinking about international relations. That purpose emerged in Europe in the seventeenth century, and though subsequently modified, its power as an 'image' explains its survival as a centre-piece of the post-Renaissance international KewarganegaraanZ I AminAmin, Z. I. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta Universitas UbedilahBadrun Ubedilah. 2016. Sistem Politik Indonesia, Jakarta PT Bumi Luar Negeri Indonesia Selama OrdeB BandoroBandoro, B. 1994. Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru. dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di 2012. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, Yogyakarta Penerbit Sistem Politik IndonesiaDjiwandonoT Soedjati DanLegowoDjiwandono, J Soedjati dan Legowo. 1996. Revitalisasi Sistem Politik Indonesia. Jakarta Dan Berkembangnya Islam Di Sumatera SelatanEdi Gadjahnata DanSwasonoGadjahnata dan Edi Swasono. 1986. Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Sumatera Selatan. Jakarta UI IndonesiaGhalia Indonesia. 1986. Ketetapan-ketetapan MPR, 1983-1988, 1978-1983. Jakarta. Perilakupolitik (political behavior) merupakan kegitan yang tidak dipandang sebagai bagian dari peran formal seseorang di dalam organisasi tetapi yang mempengaruhi atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Perilaku ini mensyaratkan suatu upaya untuk menggunakan landasan kekuasaan seseorang. Kekuasaan dan PolitikDefinisi KekuasaanKekuasaan power mengacu pada kapasitas yang dimiliki A untuk memengaruhi perilaku B,sehingga B melakukannya sesuai keinginan A. Aspek yang paling penting dari kekuasaan adalahapakah terdapat fungsi ketergantungan. Semakin besar ketergantungan B terhadap A, semakinbesar kekuasaan A dalam hubungan Kepemimpinan dengan KekuasaanKekuasaan tidak memerlukan kesesuaian kesesuaian di antara tujuan-tujuan pemimpin denganyang dipimpin. Perbedaan kedua terkait dengan arahan dari menitikberatkan pada pengaruh ke arah bawah kepada para pengikut. Dasar Kekuasaan1. Kekuasaan FormalKekuasaan formal didasarkan pada posisi seorang individu di dalam organisasi. Ini dapatberasal dari kemampuan untuk memaksa atau memberikan imbalan, atau dari Kekuasaan Paksaan Coercive PowerDasar kekuasaan yang bergantung pada ketakutan atas hasil yang negatif akibatkegagalan untuk memenuhi. Kekuasaan untuk memaksa dapat juga berasal daripenahanan informasi yang penting. Orang-orang di dalam organisasi yang memiliki dataatau pengetahuan yang diperlukan oleh orang lain maka dapat membuat yang lainnyabergantung pada Kekuasaan Imbalan Reward PowerPencapaian kepatuhan yang didasarkan pada kemampuan untuk mendistribusikanimbalan yang mana orang lain memandangnya berharga. Pemberian imbalan ini dapatberupa keuangan, misalnya mengendalikan tingkat gaji, kenaikan dan bonus. Pemberianimbalan bisa berupa non keuangan, misalnya penghargaan, promosi, penugasan pekerjaanyang menarik, para kolega yang ramah, dan sif kerja atau wilayah penjualan yang Kekuasaan Legitimasi Legitimate PowerKekuasaan yang diterima oleh seseorang sebagai hasil dari posisinya di dalam hierarkiformal suatu organisasi. Kekuasaan legitimasi lebih luas daripada kekuasaan untuk . 394 8 254 207 212 488 235 300

kekuasaan dan politik dalam organisasi